Senin, 18 Maret 2019

A

 Daun-daun kering dari dari sebuah pohon yang telah berpuluh-puluh tahun tertanam di depan sebuah SMA 1 Kudus. Sekolah tua yang sudah cukup lama belum direnovasi lagi. Di tempat itulah seorang gadis bernama Moana berstatus sebagai murid baru di kelas XI IPA. Moana baru pindah beberapa waktu lalu ke sekolah tersebut. Ia telah mendapatkan seorang teman akrab bernama Melly. Melly adalah gadis berkacamata yang hobinya membaca buku. Mereka berencana akan pergi ke perpustakaan saat jam istirahat. Tetapi di tengah perjalanan…

“Eh, Mel Itu ruangan apaan sih?” Moana melihat sebuah ruangan yang tergembok.
“Katanya sih, dulu ruangan itu adalah lab fisika. Tapi udah lama ditutup gara-gara ada kasus siswi meninggal di ruangan itu. Dari aku pertama masuk SMA ini juga udah digembok kayak gitu.”.
“Meninggal karena apa?”.
“Sampe saat ini belum diketahui pasti meninggalnya karena apa.”.

Saat sepulang sekolah, Moana merasa lelah dan mengantuk. Dia sesekali menutup mata, saat dia membuka mata lagi dia terkejut bahwa di depan mobilnya ada seorang perempuan memakai seragam sekolah sepertinya, dia akhirnya menginjak pedal rem mendadak sambil menutup mata rapat takut bahwa perempuan didepannya tertabrak. Moana membuka mata dan terkejut bahwa didepannya kini tidak ada perempuan itu lagi. Bahkan sampai sampai Moana turun dari mobil untuk memastikan keadaan perempuan itu, tapi dia tidak mendapatinya.

Malam harinya Moana sama sekali tidak bisa tidur, dia berkeringat dingin. Tapi dia paksakan untuk tidur. Ketika tidur dia merasa tidak nyaman, dia bermimpin bahwa ada seorang perempuan yang tengah menjerit kesakitan meminta tolong padanya. Moana tidak tahu harus berbuat apa. Yang janggal adalah wajah perempuam di mimpi Moana mirip dengan perempuan yang hampir di tabraknya tadi siang. Aneh sekali, bukan.

Suasana dingin yang menyapa hampir setiap pagi. Dengan langkah gugup, Moana melangkahkan kakinya ke kampus dan tampak Moana tengah sibuk mencari sebuah buku. Akhirnya dia menemukan sebuah buku yang berjudul Angkatan Tahun 2012, SMA 01 Kudus. Ia membuka halaman, menelitii foto serta biodata dari foto tersebut.

Setelah selesai, ia memberitahu Melly tentang tentang mimpinya sampai bahwa dia hampir menabrak seseorang dan foto yang dia cari di buku Angkatan Tahun 2012 tersebut
"Inikan Sekar, yang meninggal di lab Ipa itu". 
"Serius lo? Ini wajahnya mirip sama orang yang ada di mimpi gue. Dan juga dia itu wajahnya mirip sama perempuan yang gue tabrak kemarin dan anehnya lagi saat gue datengin gak ada". Ucap Moana serius
"Beneran lo, Mon?" Tanya Melly
"Iya bener deh". Jawab Moana

Setelah sampai dirumah ternyata di rumah Moana ada pamannya. Pamannya masih muda, yaitu Paman Anton.
"Gimana sekolahnya Mo? Menyenangkan?" Tanya Paman Anton
"Iya suka, Paman" 
"Paman juga dulu pernah mengajar disana, tapi karena suatu hal akhirnya paman pindah deh". Ucap paman Anton
"Benarkan paman?" Tanya Moana penasaran, karena dia tidak tahu bahwa pamannya pernah mengajar di sekolah barunya
"Iya benar." Ucap Paman Anton

Malam harinya, pukul 22.00. Moana dan Melly telah berada di lingkungan sekolah. Mereka memberanikan diri, untuk menyelidiki kematian dari Sekar. Mereka masuk lewat pagar belakang, takut ketahuan satpam. Mereka berusaha susah payah membuka gembok, hingga akhirnya berhasil.

Ruangan sangat gelap, karena itu mereka menyiapkan senter. Ruangannya usang, buku berserakan dimana mana, alat mikroskop, hingga tulang tulang manusia sudah terlihat berkarat. Yang menjadi perhatian Moana adalah sebuah kursi goyang kayu yang terdapat ikatan tali dan tulisan huruf A yang tergambar oleh bercak darah kering. Dia sangat penasaran maksud dari semua ini.

"Mo, Moana sini gue nemu buku diary." Teriak Melly yang diduga menemukan buku diary milik Sekar.
Dan mereka membuka lembar per lembar halaman diary itu.

Sekar adalah perempuan cantik yang populer diangkatannya. Selain cantik, dia juga pintar dan aktif berorganisasi. Saking pintarnya, banyak guru yang begitu menyukainya. Namun ada satu guru yang membuat, Moana tidak nyaman yaitu Pak Anton, guru IPA. Sikap Pak Anton kepada Sekar sangat berlebihan, seperti layaknya seorang kekasih. Bahkan Pak Anton pernah menyatakan perasaannya pada Sekar. Dan Sekar menolaknya. Sekar selalu mencurahkan perasaanya kepada buku diary yang selalu ia bawa kemana mana. Sampai Pak Anton membawa Sekar ke Lab IPA dan bersikap tidak wajar kepadanya dan membuat buku diary Sekar terjatuh di sudut terpencil ruang Lab, hingga membuat Sekar meninggal di usianya yang masih muda. Anehnya penyelidikan yang dilakukan polisi tidak membuahkan hasil apapun sampai sekarang.
Sekar meminta Moana, karena dia tahu bahwa Moana adalah keponakan dari Pak Anton

Moana dan Melly kini telah berhasil mengungkap misteri kematian Sekar di Lab IPA berkat buku diary itu. Dan sekarang polisi pun masih menyelidiki Pak Anton.

Sampai suatu hari, ketika Moana dan Melly sedang duduk di balkon rumah Moana paling atas, bayangan putih lewat secara cepat dan berkata
"Terimakasih Moana dan Melly, sekarang arwahku menjadi tenang"
"Sama sama" ucap Moana dan Melly disusul gelak tawa mereka, mereka seperti orang gila yang berbicara sendiri sambil tertawa aneh.

Minggu, 07 Oktober 2018

Dissapeared

"Hai apa kabar?" Tanyaku dalam hati. Menerawang. Menatap. Melihatnya yang sekarang sudah menjadi bayangan, tak bisa digenggam, di gandeng lagi. Hanya semu

Dulu sedekat nadi, sejauh matahati. Sekarang! Jauh. Sangat jauh, bahkan untuk menyapa pun sulit. Ahaha! Bukan menyapa lebih tepatnya menatap pun sulit. Aku menatapnya, tapi dia tidak. Aku ingin tersenyum padanya tapi dia tidak.

Dulu. Dia begitu mudah kudapatkan. Sekarang, mendapatkannya lagi seperti fenomena matahari dari barat. Sulit. Walaupun nanti akan terjadi.

     ♡♡♡

Tempat itu, di salah satu sudut kota kecil. Tempatnya sebuah pantai kumuh, yang berserakan sampah, ikan ikan busuk, serta pedagang yang kurang higenies. Disitu, duduklah seorang perempuan diatas batu, pemecah gelombang ombak. Dia berniat untuk menikmati senja. Menenangkan pikirannya, mententramkan hatinya, melunakkan kebencianya. Orang bilang, bahwa senja can make me to be better. Bukankah dia malah akan tambah mengingat kenangannya? Apalagi ini dengan semua mengenai alam. Hujan. Senja. Gerimis. Bukankah jika diingat akan menyakitkan.

"Orang lagi galau, kok malah lihat senja. Bukannya malah tambah mengingat kenangannya. Aneh." Ucap seseorang yang lewat, tapi aku tidak menggubrisnya.

Jika kalian bertanya, mengapa aku tak ada hubungan lagi dengannya? Ku tanya dia karena sudah bosan, sudah ingin mencari lagi. Tapi yang aku tahu, dia belum menemukan yang baru seperti aku. Jika kalian bertanya, apa aku masih mencintainya? Jawabannya rasa tak bisa hilang dengan sendirinya. Biarkan dia perlahan berbaur hilang dengan waktu.

Perlahan dia mulai terbiasa dengan semuanya. Dia belajar untuk lebih maju, lebih menghargai seseorang, lebih belajar to be better. Dia sekarang telah kehilangan yang dia punya selama ini, tapi ini bukan kesalahannya. Ini salah mereke kedua, harusnya mereka harus lebih menghargai sesama.

 ♡♡♡

Koridor kampus itu menampakkan seorang laki laki, sebut saja "Dia" namanya. Dari jarak radius meter, aku melihatnya tertawa bahagia bersama teman temannya. Sungguh! Aku merindukan tawa itu. Ku lihat dia berjalan ke arahku, sikapku biasa saja. Benar kan! Dia tak pernah menatapku, dia lewat begitu saja di sebelahku. Aku juga sama seperti dia. Anak jaman sekarang menyebutnya dengan nama "Jual Mahal"

Ku arahkan kaki ke menuju kantin, inginku membeli sesuatu yang segar. Yang enak untuk dimakan, yang segar untuk di minum yaitu Sepiring batagor dan satu botol Aqua dingin. Setelah selesai ku arahkan kaki ini untuk menuju gerbang, aku akan pulang kerumah. Setelah sampai di sebuah halte, ku tunggu bus yang akan lewat. 5 menit, 10 menit, 15 menit tak ada satupun yang lewat. Akhirnya ku telpon mamaku untuk menjemputku, tapi dia tidak bisa karena masih ikut arisan di komplekku.

Akhirnya ku paksa untuk menunggu bus sendiri, tapi suara motor yang berasal dari dalam gerbang sekolah membuatku menengokkan kepala. Dia akan pulang, dengan menggunakan motornya. Dulu aku yang selalu duduk di jok belakang. Dia melihatku, aku juga melihatnya. Respon kita tetap sama, seperti yang sudah aku katakan pada kalian. Ku lihat sorot matanya, membuatku bertanya tanya. Dia seperti ingin bilang sesuatu. Tapi tidak mungkin lah. Dia meninggalkan sekolah, menyisakan aku dengan air mata yang akan turun ke pipi. Kenangan itu datang lagi, membuatku sulit melupakannya. Maaf. Aku belum bisa melupakanmu.

Setelah beragumen dengan pikiran yang hanya dia, aku mencoba membuka handphone. Niatku ingin naik gojek saja, kenapa tidak daritadi. Tapi saat aku ingin membuka aplikasi-nya. Suara itu datang lagi, setelah sekian bulan aku tidak mendengar suaranya, dia berkata lagi.

"Pulang denganku" ucapnya dengan melihat kearahku. Dia memintaku pulang dengannya, yang benar saja? Tapi mungkin niatnya hanya kasihan padaku, maka dari itu dia mengajakku pulang.

"Aku pulang denganmu?" Tanyaku dengan sedikit gugup tapi ku tahan

"Iya, cepatlah. Hujan akan turun" ucapnya.

Ah! Dan dia benar, langit berwarna gelap, menandakan bahwa hujan akan turun. Sekarang yang kurasa hanya gemercik air kecil yang mulai jatuh ke tanah.

"Kau tak apa pulang denganku?" Tanya ku lagi

"Ya tak apa, memang kenapa?" Ucapnya penasaran

"A- Aku, aku menunggu bis saja" ucapku lagi

"Pulang denganku, tak kan ada bis yang lewat" ucapnya memastikan, walau menurutku sedikit memaksa. Hahaha.

"Baiklah" ucapku mengalah, sebenarnya bukan mengalah hanya saja benar apa yang dia katakan. Aku takut tak ada bis yang lewat.

Di perjalanan kita sama sama hening, ingin ku bertanya tapi malu.

"Kamu masih ingat rumahku?" Tanyaku, debenarnya aku malu tapi jika terus terusan diam itu lebih membuatku canggung plus plus.

"Aku masih ingat semua tentangmu." jawabnya. Oh tidak! Apa maksudnya. Aneh. Runtuk ku dalam hati

"Kamu tahu gak, hewan apa yang gak punya jenis kelamin perempuan?" Tanya dia, aku tahu dia hanya mencairkan suasana agar tidak hening.

"Lawakanmu itu gak ada kemajuan tahu, dari dulu itu terus" kataku sebal

"Jika begitu, berarti kau masih ingat tentang aku."

"Bukan seperti itu maksudku, kamu mah" ucapku sebal

"Hahaha. Kamu malu mengakui yang sejujurnya" ucapnya dengan tertawa kecil. Aku hanya mencubit pinggangnya karena lawakan receh yang unfaedah seperti itu.

Kita berdua diam, diatas motor-nya. 5 bulan terakhir aku duduk dimotor ini, dan sekarang aku juga. Ini untuk pertama kalinya aku duduk disini lagi.

"Kita pergi ke suatu tempat dulu ya"

"Kemana?" Tanyaku bingung

"Ikut saja" ucapnya

Motor miliknya berjalan, aku seperti pernah ke tempat ini. Saat sampai, benar, aku sudah oernah ke tempat ini. Tempat dimana dia mengukir janji bersamaku tiga tahun lalu.

"Ke sini untuk apa?" Tanyaku yang sangat penasaran mengapa dia membawaku kesini

"Untuk memperbaiki semuanya, aku ingin semuanya selalu baik baik saja. Aku dan kamu tetap menjadi kita. Selalu bersamaku, sampai kapanpun. Mungkin aku salah dulu, tapi aku akan memperbaikinya sekarang. Kamu mau?" Ucapnya, membuat ku ingin menangis. Jika aku kedip sekali lagi kupastikan air bening di mataku akan turun.

"Tidakk, aku tidak mau" ucapku sambil menangis "tidak mau menolak" sambungku di susuli tawa ringan

Lalu dia memelukku~

Ini kisah kita. Kisah cinta rumit, malah lebih dari rumit yang di potret di sudut kota Magelang, di saksikan senja yang akan berpisah. Kukira perginya tak kan kembali, tapi dia menemukan jalan pulang lagi. Terima kasih! Kau selalu ku tunggu sampai waktu merasa bosan melihatku menunggumu.

Sabtu, 25 Agustus 2018

Manusia dan Beribu Alasannya

Bandung, 12 Agustus 2017

Waktu itu aku sedang duduk di pinggiran pusat oleh oleh Kota Bandung di Cihampelas. Aku duduk bersama keluargaku sambil menikmati makanan Oncom. Tau Oncom? Seperti tempe tapi tidak sama seperti tempe. Aneh. Tapi sejenisnya lah. Aku duduk memakan Oncom sambil bermain Handphone, ku lihat kanan kiri sangat ramai. Wisatawan dari luar kota, bahkan Turis pun ada. Sangat ramai, maklumlah ini kan pusat oleh oleh.

"Mba minta mba minta" suara itu adalah suara pengemis. Mengapa masih ada pengemis di Kota besar seperti Bandung ini? Padahal teknologi di kota ini sudah berkembang. Aku hanya menghiraukannya saja bersikap masa bodo. Pakaian sangat kusut,  dia berjilbab tapi jilbabnya miring miring. Tapi dia masih terlihat muda, tebakanku dia masih berumur 30 atau 40an. Tapi percayalah dia memang masih terlihat muda walau tertutup dengan pakaian kusutnya

"Mba mba, minta mba" ucap pengemis itu lagi sambil mengadahkan tangan ke arahku. Bukan. Dia bukan berdoa kepadaku, tidak malah. Lebih tepatnya dia meminta sedikit recehan uang kepadaku. Mungkin bisa jadi aku orang pertama yang dimintai uang recehan itu.

Kenapa dia harus meminta padaku? Bahkan orang lain pun ada banyak yang duduk di pinggiran Cihampelas itu. Apa karene wajahku terlihat seperti baik padanya? Padahal tidak. Bahkan di sebelahku ada ibuku, mengapa dia mintanya padaku? Aku berniat tak memberikannya uang, tapi ku lihat sorot mata pengemis itu aku langsung merasa kasihan. Lalu ku ambil uang seribu koin dari dalam tasku, saat aku akan memberinya. Ibuku langsung mencegahku.

"Maaf mba maaf". ucap ibuku mencegahku memberi uang. Pengemis itu tahu maksud ibuku. Lalu pengemis itu pergi dari hadapanku dan ibuku. Ku lihat raut sedih di wajahnya.

"Kenapa ibu tak memberi ku izin memberinya uang?" Tanyaku penasaran pada ibuku

"Kalo ibu mengizinkanmu, malah pengemis itu merasa senang" ujar ibu

"Senang kenapa?" Tanyaku penasaran lagi

"Dia akan ketergantungan seperti itu pada orang lain, di hidupnya hanya akan meminta minta. Dia hanya berpikir bahwa meminta minta saja bisa menghasilkan uang. Dia tidak akan ada niatan untuk bekerja. Ibu juga merasa kasihan pada pengemis itu, tapi memang seperti itu dia hanya akan meminta minta saja" ucap ibu memberitahuku. "Padahal bisa saja dia bekerja, menjadi buruh, membuka usaha sendiri, menjadi asisten rumah tangga. Mengapa harus meminta minta? Lainnya juga masih banyak, dia mungkin sudah menyerah dengan hidupnya, dia tidak akan tahu namanya perjuangan yang sesungguhnya"

"Lalu kenapa orang bisa jadi pengemis?" Tanyaku penasaran lagi.

"Ibu yakin mereka tidak pernah berusaha, mereka mungkin hanya bolak balik di Cihampelas untuk meminta minta. Tidak ada niatan usaha, semangatnya sudah pupus" ujar ibu padaku

"Apa ibu gak merasa kasihan pengemis itu?" Ucap aku penasaran lagi

"Ibu sebenarnya kasihan, tapi dengan ibu memberi uang pada mereka. Sama saja ibu membuat mereka malas berusaha." Ujar ibu lagi. "Mungkin saja mereka disini meminta minta, tapi di kampung hidupnya cukup berada. Punya harta yang dibeli dari hasil mengemis disini"

Mengapa mencari uang harus dengan mengemis? Mereka hanya terlalu banyak alasan untuk bekerja. Tidak mau lah, tidak berusaha lah, tidak mendapatkan pekerjaan lah. Seperti tidak ada pekerjaan lain yang membuat hidupnya kepepet. Bekerja apapun banyak, yang penting halal. Selama kita berusaha, kita pasti mendapatkannya. Toh usaha tidak pernah mengkhianati hasil kan.

Look you, Nabila. Orang yang tidak memberi uang receh kepada pengemis karna sudah mendengar wejangan dari sang ibu tercinta dengan alasan yang logis.

Rabu, 25 Juli 2018

IMMORTAL


Michelle duduk sendirian di taman belakang sekolah dengan merenung memikirkan sesuatu. Kebetulan hari ini Michelle lagi tidak ingin pergi ke kantin jadi dia memutuskan untuk ke taman belakang sekolah. Saat aku sedang merenung, tiba tiba ada sesuatu yang mengagetkanku.

“Apakah ini yang selalu kamu kerjakan Michelle Brenda Stephanie?” ucap Sarah dengan nada seperti mengintimidasi. Namanya Sarah Tammy Anastasya, dia sahabatnya sejak kelas 1 SMP.
“Apaan?” ucap Michelle jutek
            “Lo kenapa sih ngurung mulu? Kurang kerjaan banget mending jajan ke kantin sono atau ke lapangan lihat cogan main bola. Diem mulu kerjaannya” ucap sarah dengan sangat antusis
            “Nggak”
Michelle berdiri dari duduknya dan langsung pergi meninggalkan sarah untuk menuju ke kelas.
            “Ya Tuhan, apa salah gue? Berikan kesembuhan pada si dingin Michelle” ucap Sarah dengan nada yang sok dramatis.
Saat berjalan menuju kelas, di sepanjang koridor sesekali ada yang menyapa Michelle dengan nama “Brenda” sebenarnya dia suka jika ada orang yang memanggilnya dengan nama itu. Saking senengnya Michelle merima sapaan itu. Tiba tiba
            BRUK!
Sesuatu yang keras menabraknya. Michelle langsung berdiri dan mendongakkan kepala. Semula yang awalnya Michelle ingin marah tapi tergantikan dengan debaran jantung yang sangat cepat saat melihatnya. Aneh. Tapi memang seperti itu.
Tanpa Michelle sadari, Steven juga merasakan hal yang sama saat melihat Michelle. Jantungnya seperti melakukan senam dadakan saat melihat wajah cantik Michelle yang saat itu seperti kepiting rebus
            “Kamu tidak papa?”
            “Aku tidak papa”
            “Kenalkan namaku Steven Matthew Jonathan. Panggil saja Steven” ucap Steven sambil mengulurkan tangan pada Michelle
            “Michelle Brenda Stephanie. Panggilan Michelle” ucap Michelle sambil menerima uluran tangan Steven
Sejak saat itu, entah dorongan darimana Steven akan menjaga Michelle. Itu janjinya. Begitu juga Michelle, dia akan selalu ada saat Steven membutuhkannya.
Keduanya seperti memiliki ikatan batin. Yang Michelle rasakan dia sangat senang sekali bertemu Steven begitu juga sebaliknya.
“Aku ke kelas dulu ya” ucap Michelle dengan senyum yang melengkung di wajahnya. Padahal jarang sekali Michelle tersenyum pada seseorang apalagi pada Steven yang baru saja dia kenal.
            ‘Hati hati” ucap Steven sambil tersenyum juga pada Michelle
Michelle berjalan ke kelas dengan senyum yang mengembang, orang orang sepanjang koridor pun heran mengapa Michelle bisa senyum seceria itu. Ketika sampai di kelas pun, semuanya tampak bingung tapi Michelle menganggap itu bodo amat.
            “Kenapa lo senyum senyum sendiri?”
            “Gue lagi seneng Sar” ucap Michelle dengan senang
            “Why? Gue kepo nih, kenapa lo?” ucap Sarah dengan penasaran
            “Gue diajak kenalan sama Steven”
            “WHAT? YANG BENER AJA LO CHEL? LO DIAJAK KENALAN SAMA STEVEN, KETUA BASKET YANG GANTENGNYA SEANTERO SEKOLAH INI?” ucap Sarah dengan suara toanya. Yang membuat semua penghuni kelas
            “Ngomongnya gak usah kenceng kenceng napa” bisikku pada Sarah
            “Yaya maafin gue dong Chel, Please!” ucap Sarah seraya memohon
“Hm iya deh iya” ucap Michelle dengan terpaksa
“Oh ya Chel, lo nanti pulang sama siapa?”
            “Biasa jemputan mungkin kalo gak naik taksi”
            “Gak mau bareng gue?” ajak Sarah kepada Michelle
            “Iya boleh deh” ucap Michelle dengan anggukan kepala

***
Keesokan harinya adalah hari dimana kelas XII MIPA 2, kelasnya Michelle mendapat giliran olahraga. Michelle kadang suka kadang tidak dengan olahraga. Kali ini dia agak bersemangat daripada hari sebelumnya. Saking semangatnya Michelle tidak menyadari bahwa ada bola yang akan mengenai kepalanya.
“Michelle awas” teriak Sarah
Tapi apa boleh buat, bola sudah menghantam Michelle dan dia langsung pingsan di tempat. Dan mungkin juga dia terlalu lelah itu yang mengakibatkan dia pingsan dan langsung dibawa ke UKS oleh petugas PMR
Pada saat yang sama juga, di dalam kelas Steven juga merasakan sakit seperti apa yang Michelle rasakan, jantungnya berdetak cepat, keringat dingin bercucuran di tubuhnya. Sebelumnya Steven pernah merasakan ini. Dia merasakan hal yang saat berkenalan dengan Michelle waktu itu.  Apa yang terjadi pada Steven? Mengapa dia selalu seperti itu pada Michelle? Dan itu hanya terjadi kepada Michelle, tidak pada yang lainnya
Steven sekarang sudah berada di depan pintu UKS, dia langsung masuk. Dia menemukan Michelle sudah sadar. Di sana dia ditemani oleh Sarah dan Mbak Tina. Sedangkan Steven langsung duduk di dekat ranjang Michelle di sebelah kiri
“Kau tidak papa?” suara laki laki itu membuyarkan lamunan Michelle
“Aku tidak papa. Kamu tahu dari siapa aku disini?” Tanya Michelle dengan nada lemah
“Aku tahu semua tentangmu, Michelle”
Setelah mengucapkan itu Steven menatap lekat lekat Michelle. Merasa di tatap Michelle menoleh dan menemukan Steven yang sedang menatapnya. Sesaat kedua mata mereka seolah terkunci, baik Steven maupun Michelle tidak ada niatan untuk memutuskan kontak mata tersebut.
“Kamu bilang gak apa apa, tapi kenapa ini ada luka di pipi, berdarah lagi?” Tanya Steven
            “Gak ada luka” ucap Michelle meyakinkan
            Michelle menyentuh pipinya dan dia tidak merasakan sakit atau memar sekalipun. Aneh! batin Michelle
            Tanpa aba aba, Steven langsung mengambil kotak P3K dan langsung membersihkan luka di pipinya Michelle. Saat Steven mengobati lukanya, Michelle memang tidak merasakan ada memar di pipinya, tapi dia merasa perih.
            “Lo apaan sih? Di pipi Michelle gak ada luka lagi. Kurang kerjaan banget, mending sono lo keluar aja. Ganggu!” ucap Sarah dengan nada ketus
            “Lo yang ganggu” ucap Steven tanpa menolehkan kepala pada Sarah karena dia sangat fokus mengobati Michelle
            “Selesai” ucap Steven dengan bangga sambil tersenyum pada Michelle
Setelah meletakkan kotak P3K ke tempat semula, Steven kembali duduk di sisi ranjang Michelle
Michelle menatap ke arah Steven, dan Steven juga menatap Michelle dengan sangat lekat sekali disertai dengan degupan jantung yang sangat cepat. Saat keduanya sama sama menatap, tiba tiba bola mata Michelle berubah jadi warna ungu.Tubuhnya memancarkan cahaya yang sangat indah. Bola mata Steven juga berganti warna menjadi warna hazel. Dia terlihat lebih tampan
“Ashlee Violetta Maroline”
“Alreed Hazel Jacqueline”
Keduanya berucap secara bersamaan.
Tanpa Michelle dan Steven ketahui, ada satu arwah yang hidup di dalam tubuh keduanya, baik Michelle ataupun Steven.

A

 Daun-daun kering dari dari sebuah pohon yang telah berpuluh-puluh tahun tertanam di depan sebuah SMA 1 Kudus. Sekolah tua yang sudah cukup ...